Rabu, 30 Mei 2012

Selayang Pandang

 
Riungan Mahasiswa Baleendah Universitas Pendidikan Indonesia (RIMBA-UPI), adalah sebuah perkumpulan mahasiswa kedaerahan yang didalamnya terdiri dari mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang berasal dari Baleendah kabupaten Bandung.
CP 083821304912

Selasa, 29 Mei 2012

Penangkaran Rusa Totol

Rusa Totol tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama yang pernah berkunjung ke Istana Bogor, apalagi bagi penduduk kota Bogor karena telah ditetapkan menjadi fauna identitas Kota tersebut sejak tahun 1995.

Untuk masyarakat Bandung dan sekitarnya tidak perlu ke Bogor untuk melihat Rusa Totol, karena hanya sekitar 6 km ke selatan dari pintu tol Buahbatu atau pintu tol Mohamad Toha terdapat penangkaran rusa totol yang juga sebagai kawasan Wisata Alam Edukasi dan Outbound dengan nama Kampung Batu Malakasari. Kawasan wisata ini tepatnya berada di Baleendah Kabupaten Bandung.

Di penangkaran Rusa Kampung Batu Malakasari terdapat 30 ekor Rusa Totol yang sudah jinak, sehingga pengunjung bisa memberi makan rusa dengan ubi, juga bisa berfoto.  Rusa totol mempunyai nama latin Axis axis bukanlah fauna asli Indonesia melainkan berasal dari India dan Sri Lanka dalam bahasa Inggris disebut sebagai Chital, Axis Deer, Indian Spotted Deer, satu genus dengan Rusa Bawean (Axis kuhli) yang asli Indonesia.

Ciri rusa totol (Axis axis) yang membedakan dengan jenis rusa lainnya adalah terdapatnya totol-totol putih pada rambut tubuh (bulu) yang berwarna coklat, mempunyai tinggi tubuh sekitar 90-100 cm. Rusa totol dewasa mempunyai berat antara 50-70 kg untuk jantan dan 40-50 kg untuk betina. Rusa jantan memiliki tanduk yang bercabang hingga mencapai 75 cm tingginya.

Binatang yang lucu dan cantik ini didatangkan oleh Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris pada tahun 1814 untuk menempati halaman Istana Bogor. Di Kampung Batu Malakasari saat ini terdapat 22 ekor rusa totol, juga terdapa fauna lain seperti Marmut dan Kelinci yang lucu-lucu, Kambing Ettawa, Sapi Perah, juga Merak.

Disamping itu pengunjung bisa bermain Panjat dinding dan Flying Fox, naik Rumah Pohon, naik
Perahu, bahkan bisa mencoba membajak sawah khas sunda pakai kerbau (Ngawuluku) yang sangat menantang dan mengasyikkan.

Jika lapar jangan khawatir ! karena di kawasan ini terdapat kompleks kuliner yang menyediakan berbagai makanan berat seperti nasi timbel, ayam goreng/bakar, ikan goreng/bakar, mie baso juga makanan ringan serta minuman dingin dan bermacam juice buah. Bahkan pada hari minggu, disini tersedia makanan langka yaitu Gulai TUTUT !(Keong Sawah)

Kampung Tukang Lukis dan Kerajinan Wayang

Kelurahan Jelekong merupakan salah satu dewa wisata yang memiliki rumah adat dan seni lukis yang akan memukau Anda. Tempat ini terkenal sebagai gudangnya pedalang wayang golek, tukang lukis, dan makanan tradisional Sunda.

Khusus seni budaya pedalangan, dari tempat ini telah menelurkan dalang-dalang handal keturunan Abah Sunarya, salah satunya yang ternama adalah Asep Sunandar Sunarya. Apabila Anda ingin menyaksikan para dalang beraksi maka dapat berkunjung ke Kampung Giriharja RW 1 di Kelurahan Jelekong. Lokasinya tidak jauh dari kantor kelurahan, yakni sekitar 500 meter dari kantor kelurahan.

Seakan mirip Ubud Bali yang menjadi gudang seniman handal maka seniman Giriharja Jelekong terkenal sebagai seniman wayang golek, seni lukis, serta sejumlah kesenian lainnya seperti sisingaan, jaipongan, pencak silat, dan lainnya. Desa wisata Jelekong pastinya terkenal sebagai tempat pelukis handal di Bandung.

Memasuki jalan utama Jelekong di Kampung Giriharja RT 1 RW 1 pandangan mata Anda akan langsung tertuju pada ratusan kanvas yang dijemur di kanan kiri jalan. Ada sekitar 20 galeri di sepanjang jalan desa. Perpaduan warna yang lembut hingga mencolok seirama bau cat basah sebagai tempat sempurna bagi penikmat seni lukis. Di Jelekong, sekitar 600 pelukis menjajakan seni yang akan memudahkan penikmat seni untuk mencari dan mendapatkan lukisan yang diinginkan hanya dengan pergi ke satu daerah saja.

Warga Desa Jelekong Baleendah ini memiliki keahlian membuat lukisan panorama pedesaan, pacuan kuda, buah-buahan, kereta kencana, ikan koi, atau adu ayam. Hampir separuh warga Jelekong menghidupi keluarganya dari memasarkan lukisannya ke Semarang, Bogor, Bandung, Bali, Malaysia, Arab Saudi, bahkan beberapa galeri dan tempat penjualan lukisan di Kota Bandung pun dipenuhi oleh hasil kreasi pelukis Jelekong dengan harga jual lebih tinggi.

Keahlian penduduk Desa Jelekong dalam melukis diwariskan secara turun temurun oleh seorang Seniman Jelekong Bapak Odin Rohidin sampai saat ini dilakukan secara terus menerus sebagai salah satu sendi kehidupan masyarakat Desa Jelekong. Setidaknya 200 kepala keluarga di Desa Jelekong berhasil menaikkan taraf hidup dengan keahlian mereka. Meski diproduksi massal, lukisan karya pelukis Jelekong tetap menarik wisatawan. Harganya murah, berbeda dengan lukisan perupa terkenal yang mencapai jutaan. Demi menyambung hidup, cita rasa seni rupa berhasil dikolaborasikan dengan industri yang mengikuti selera pasar.

Untuk satu lukisan pemandangan di atas kanvas berukuran 135 cm x 40 cm harganya Rp150.000,00 hingga ada yang mencapai puluhan juta rupiah, bergantung dari besar lukisan, cat yang digunakan, hingga tingkat kesulitan. Di Bandung Anda dapat membeli karya warga Jelekong ini di pusat Kota Bandung, tepatnya di kawasan Braga. Di jalan sepanjang 700 meter itu, berjajar pedagang lukisan kaki lima hingga galeri lukisan ternama, seperti galeri seni jalanan.

Di Desa Wisata Jelekong Anda juga dapat menemukan situs alam seperti Goa Landak, Curug Cangkring, dan Curug Batukarut.

Potensi Wisata

KECAMATAN Baleendah, Kab. Bandung menyimpan sejumlah potensi di bidang objek wisata, fasilitas pemerintahan, pendidikan, daerah penyangga, dan lain-lain. Namun di sisi lain, sebagian wilayah Kec. Baleendah, khususnya Kelurahan Andir dan Baleendah, merupakan daerah rawan banjir.

Baleendah sendiri merupakan kecamatan di Kabupaten Bandung, yang berbatasan dengan Kec. Ciparay di timur, Kec. Bojong soang di Utara, Kec. Pameungpeuk di barat dan Kec. Arjasari dan Banjaran di selatan. Terdapat 4 kelurahan (Jelekong, Manggahang, Baleendah dan Andir) serta 7 desa (Bojongmanggu, Langonsari, Sukasari, Malakasari, Bojongmalaka, Rancamulya dan Rancamanyar). Jadi apa yang bisa dilihat?diantaranya ada objek fisik alamiah, sejarah dan sosial budaya.

1. Curug Cangkring
Curug Cangkring yang terletak di kampung Cilayung, kelurahan Jelekong Kecamatan Baleendah. Akses menuju curug ini hanya 15 menit perjalanan dari alun-alun Ciparay, dengan menggunakan angkutan kota mengikuti jalan Laswi ke arah kota Bandung. Sampai di pangkalan Ojek SMP PGRI Baleendah, terus berjalan sejauh ± 1,5 Km dengan jalan aspal yang tidak terlalu bagus ke arah selatan, melewati bekas penambangan batu, TPA Jelekong, ladang singkong milik warga. Curug cangkring masih jauh, tapi terdapat view yang sungguh menarik. Pandangan ke arah utara, tepat dimana kota Bandung berada. Nampak terlihat kelokan Ci tarum, seolah saya sedang berdiri di atas bukit batas danau Bandung sebelah selatan.

 

Jangan membandingkan curug Cangkring ini dengan curug lainnya seperti maribaya, curug dago yang sudah terkenal duluan. Curugnya masih tersembunyi, karena masih harus menuruni bukit yang lumayan terjal sejauh ± 30 m. Mengikuti jalan setapak dan suara gemercik air yang sangat jelas terdengar ditengah kesunyian alam pedesaan.

Curug setinggi ± 25 m, berada pada ketinggian ± 800-900 mdpl dengan debit air yang cukup deras mengalir di atas hamparan andesit yang nampak kehitaman. Curug yang mempunyai empat teras ini nampak indah di antara rimbunnya pohon aren, bambu dan beberapa jenis pohon semak lainnya. Tak ada satupun sampah yang berserakan, kecuali dedaunan yang jatuh ke tanah, membuat curug ini masih terlihat alami dan masih terjaga sangat baik.

2. Situ Sipatahunan
Situ atau dikenal juga dengan danau (Indo,red), merupakan satu bentukkan alam berupa cekungan/basin yang relatif luas dan dapat menampung air dalam jumlah banyak baik dari aliran sungai ataupun dari air hujan. Lokasi Situ Sipatahunan ada di 07O 00’30” LS – 07 O 01’00” LS dan 107O 37’30” BT – 107O 38’00” BT pada ketinggian ± 700 mdpl. Termasuk wilayah kelurahan Baleendah Kec. Baleendah kab. Bandung. Tidak jauh dari tugu Kujang, hanya ± 1 km ke arah timur, situ ini dapat diakses dengan sangat mudah.  


Meski tidak begitu dikenal seperti halnya situ Cileunca, situ Patengan dan situ Ciburuy. Situ Sipatahunan ini mempunyai kualitas air yang baik dan berperan penting bagi keseimbangan lingkungan dan daya dukung terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya dan dimanfaatkan untuk keperluan air baku, air minum dan irigasi pesawahan. Sekilas ketika melihat situ ini, bisa disimpulkan bahwa “situ dengan keadaan yang baik perlu dipertahankan dan perlu dilestarikan. Keberadaan situ akan terasa sangat penting ketika persediaan air pada saat kemarau menipis.” Alaminya, situ merupakan satu cara alam untuk melaksanakan konservasi sumberdaya air, beda dengan pembuatan DAM/Waduk. Keberadaan situ Sipatahunan ini perlu dijaga dan tetap dipelihara kelestarian serta keseimbangan ekosistem didalamnya. Jangan sampai, situ Sipatahunan ini menjadi situ berikutnya yang akan hilang dan hanya akan meninggalkan nama seiring dengan berjalannya pembangunan daerah.

3. Taman Batu (Pasir paros)
Pasir paros adalah nama sebuah kampung di kelurahan Baleendah yang berada dekat dengan kompleks rumah sakit Al-Ihsan. Sebetulnya, taman batu ini bukanlah taman batu yang terbentuk secara alamiah dari hasil erosi dan sebagainya.tidak seperti taman batu yang ada di puncak pasir pawon di kawasan karst Citatah. Melainkan, lahan bekas penambangan batu yang dibuka pertama kali ketika untuk keperluan kompleks pemerintahan kabupaten Bandung yang sekarang jadi kompleks rumah sakit Al-Ihsan. Begitu informasi yang didapat dari salah seorang warga.


Lahan bekas penambangan batu yang sudah lama ditinggalkan, perlahan mulai menunjukkan hasil recovery. Bekas penambangan mulai tertutupi oleh hijaunya rumput dan terkadang jadi tempat pengembalaan kambing. Selain itu terdapat pula beberapa lubang bekas penambangan yang dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air baku dan kolam ikan.

Hanya sebatas taman batu, apa indahnya?sekilas memang tidak seistimewa tempat yang lainnya. Paling tidak, disini punya potensi untuk dijadikan salah satu lokasi untuk kegiatan fotografi dan sebagai media pembelajaran yang murah untuk menunjukkan bahwa “alam memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia”, dan lain sebagainya.

4. Monumen Perjuangan 45 (Tugu kujang)
Ini saatnya untuk belajar sejarah lokal yang tidak didapat di bangku sekolah selama apapun belajar disana. Tidak jauh dari situ Sipatahunan, tepat di perempatan jalan Laswi dengan jalan pasir paros akan nampak bangunan setinggi ± 25 meter berwarna putih dengan ornamen Kujang di puncaknya yang menghadap ke utara. Ya, bangunan itu adalah sebuah monumen perjuangan 45 yang di bangun untuk memperingati perlawanan pejuang lokal dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Warga sekitar menyebutnya dengan sebutan “Tugu kujang”. Bangunan yang diresmikan pada 20 Mei 1975 ini, bertepatan dengan hari kebangkitan nasional ke- 67. Di monumen ini, terdapat sejumlah reilef yang dibuat di dinding. Isinya menceritakan banyak kisah yang terjadi pada masa itu. Namun sayang, tidak ada yang bisa dijadikan informasi 


tambahan selain tanggal peresmian dan relief yang menempel di dinding. Karena tidak ada petugas yang bisa dijadikan referensi atau sekedar menjelaskan tentang relief itu. Tugu ini sekarang hanya sebatas bangunan yang hanya nampak gagah terlihat, penuh dengan sampah dan berbagai coretan pengunjung yang belum bisa memaknai keberadaannya dan ramai dikunjungi pada hari minggu saja.

5. Kawasan Seni Jelekong
Siapa yang tidak kenal wayang golek? Pasti semua orang yang tinggal di Bandung dan Jawa barat pada umumnya tahu. Wayang golek adalah salah satu kesenian asli Jawa barat. Jelekong adalah salah satu tempat berkembangnya kesenian ini. selain wayang golek, terdapat pula lukisan, komunitas domba adu dan tentunya kuliner khas seperti kacang tanah dan jagung rebus, semangka yang dijual di pinggir Jalan Laswi.

6. Pasar kaget
Sama halnya dengan pasar dadakan di kawasan GASIBU pada hari minggu. Di kawasan monumen perjuangan 45 dan rumah sakit al ihsan pun berubah menjadi tempat berkumpulnya masyarakat Baleendah dan sekitarnya. Mengisi waktu di minggu pagi, dengan berjualan, olahraga atau hanya sekedar sarapan saja. Pasar ini hanya ada di hari minggu sampai jam 12-an saja.
Keenam objek tadi, memang bukan tempat wisata yang ekslusif yang didukung oleh sarana pendukung lainnya. Tapi, hanyalah objek wisata yang menawarkan sesuatu yang sederhana, namun bernilai pendidikan dan yang pastinya keenam objek tersebut mempunyai ketertarikan (what to see) dan dapat dikunjungi (how to stay). Secara kebetulan, keenam objek tersebut terletak pada satu garis lurus dari mulai Jelekong samping ke pertigaan POM Bensin Rencong.



Baleendah

Pada Tahun 1970 s/d 80-an wilayah Baleendah 90 persen adalah daerah pertanian (persawahan). Namun pada tahun 80-an Kecamatan Baleendah direncanakan menjadi Ibukota Kabupaten Bandung. Maka dibangunlah sarana/prasarana di wilayah itu termasuk gedung DPRD yang sangat megah. Perumahan umum, tempat ibadah dan Sekolah pun dibangun disana sehingga merubah sebagian besar wilayah pertanian menjadi gedung/bangunan. Namun banjir besar yang melanda Bandung Selatan sekitar thn 1986 , membuat para petinggi memindahkan Ibukota Kabupaten Bandung ke kec Soreang. Sehingga gedung DPRD yang baru selesai dibangun sia sia dan terbengkalai.Tetapi saat ini ternyata gedung tersebut dijadikan Rumah Sakit.Banjir yang terjadi di Baleendah di karenakan sungai c tarum (Ci Tarum) adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sungai dengan nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting ini sejak 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia. Jutaan orang tergantung langsung hidupnya dari sungai ini, sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk PLTA dibangun di alirannya, dan penggundulan hutan berlangsung pesat di wilayah hulu.Panjang aliran sungai ini sekitar 300 km. Secara tradisional, hulu Ci Tarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung. Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun demikian, berbagai anak sungai dari kabupaten bertetangga juga menyatukan alirannya ke Ci Tarum, seperti Ci Kapundung dan Ci Beet. Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah barat laut dan utara, menjadi perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat, melewati Kabupaten Purwakarta, dan terakhir Kabupaten Karawang (batas dengan Kabupaten Bekasi). Sungai ini bermuara di Ujung Karawang.

Berikut ini adalah sebagian dari anak sungai yang mengalir ke Ci Tarum:

* Ci Beet
* Ci Kao
* Ci Somang
* Ci Kundul
* Ci Balagung
* Ci Sokan
* Ci Meta
* Ci Minyak
* Ci Lanang
* Ci Jere
* Ci Haur
* Ci Mahi
* Ci Beureum
* Ci Widey
* Ci Sangkuy
* Ci Kapundung
* Ci Durian
* Ci Pamokolan
* Ci Tarik
* Ci Keruh
* Ci Rasea

Ci Tarum dalam sejarah
Dalam perjalanan sejarah Sunda, Ci Tarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, kerajaan yang menurut catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti pernah ada pada abad ke-4 sampai abad ke-7. Komplek bangunan kuna dari abad ke-4, seperti di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini.

Sejak runtuhnya Taruma, Ci Tarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma.

Ci Tarum juga disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15.

Sejarah Kabupaten bandung

Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada tanggal 9 bulan Muharram tahun Alif atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April 1641 Masehi. Bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan bupati kemudian digantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan bupati kemudian dilanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) pada tahun 1681-1704.

Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pertemuan dengan para bupati se-Priangan di Cirebon. R. Ardisuta (1704-1747) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. sebagai penggantinya diangkat putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707-1747).

Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang ke dalam pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-1829) inilah ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke tepi sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang. Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan alasan daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut.

Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846-1874), ibu kota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai bupati yang progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung. Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala bidang beliau mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Bintang Jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang.

Di masa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai dibangun, tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya rel kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di ibu kota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A. Martanegara, bupati inipun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara (1893-1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).

Periode selanjutnya Bupati Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912-1931 sebagai bupati yang ke-12 dan berikutnya tahun 1935-1945 sebagai bupati yang ke-14. Pada periode tahun 1931-1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke-13. Selanjutnya bupati ke-15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945-1947) dan penggantinya adalah R.T.M. Wiranatakusumah VI alias Aom Male (1948-1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai bupati ke-17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956-1957).

Bupati berikutnya adalah Letkol. R. Memet Ardiwilaga (1960-1967). Kemudian pada masa transisi (Orde Lama ke Orde Baru) dilanjutkan oleh Kolonel Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung, yaitu daerah Baleendah. Peletakan batu pertamanya pada tanggal 20 April 1974, yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke-333. Rencana pemindahan ibu kota tersebut berlanjut hingga jabatan bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis, daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota kabupaten, maka ketika jabatan bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985-1990), ibu kota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Di tepi Jalan Raya Soreang, tepatnya di Desa Pamekaran inilah dibangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 hektare, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U. Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut memerlukan waktu sejak tahun 1990 hingga 1992.

Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna, S.I.P. terpilih oleh DPRD Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 2003 semua aparat daerah, kecuali Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di kompleks perkantoran Kabupaten Bandung. Pada periode pemerintahan H. Obar Sobarna, S.I.P. yang pertama telah dibangun Stadion Olahraga Si Jalak Harupat, yaitu stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung. Selain itu, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi kota otonom.

Tanggal 5 Desember 2005, H. Obar Sobarna, S.I.P. menjabat bupati Bandung untuk kali kedua didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai wakil bupati, melalui proses pemilihan langsung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Bandung. Di masa pemerintahan H. Obar Sobarna yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara yuridis terbentuklah Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Bandung Barat terletak di Kecamatan Ngamprah). Pelaksana Tugas Bupati Bandung Barat saat itu adalah Drs. Tjatja Kuswara.

Dicopy dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bandung